Thursday, September 11, 2008

ThanKz

Thank You Myspace Comments
MyNiceSpace.com

Wednesday, September 10, 2008

BUDAYA OJIGI..

Budaya memberi hormat pun tampak berbeda, walaupun maksudnya sama. Seperti di Jepang, dalam mengekspresikan rasa terima kasih, minta maaf dan sebagainya dikenal sebagai “ojigi”. Ojigi adalah cara menghormat dengan membungkukan badan untuk ucapan terima kasih, penyesalan,dan lain-lain.

Menurut jenis, ojigi dibagi menjadi 2, yaitu:

a) Ritsue

Ojigi sambil berdiri. Ritsue pria dan perempuan berbeda, pada pria tangan mereka di letakkan di belakang untuk menjaga keseimbangan. Sedangkann pada perempuan kedua tangan di depan badan.

b) Zarei

Ojigi sambil duduk. Seperti pada upacara minum teh atau Chanoyu.

Menurut intensitas ( seberapa dalam dan lama badan di bungkukan) , ojigi dibagi menjadi 3, yaitu:

a) Saikeirei ( sekitar 45 derajat atau lebih,merupakan ojigi level tinggi karena jarang digunakan. Umumnya untuk permintaan maaf yang sangat mendalam atau untuk sembayang.)

b) Keirei (sekitar 30-45 derajat)

c) Eshaku ( sekitar 15-30 derajat)

Sedangkan di Indonesia , cara meekspresikan hal tersebut dengan jabat tangan, cium tangan, cium pipi, dan sungkem yang tidak terdapat dalam budaya Jepang. Sedangkan di Thailand dengan mengatupkan dua tangan, di Cina dengan tangan kanan di atas tangan kiri. Budaya-budaya lain juga banyak sekali yang sama dan berbeda.

Mempelajari budaya sangatlah penting, karena lain tempat lain budaya. Ketidakpahaman kita terhadap budaya, akan membuat orang lain menilai kita salah. Seperti ojigi, umumnya kepala juga lurus dengan bungkukan badan kita, namun hal ynag terjadi pada orang Indonesia apabila melakukan ojigi, dianggap tidak sopan, karena kepala menatap orang yang ada didepan atau orang yang dihormati karena kebiasaan orang Indonesia yang sering menatap lawan bicara. Dan masih banyak lagi.

Sumber :

asnugroho.wordpress.com

Perpustakaan

Tempat Ilmu Tarumanagara Berada

Salah satu tempat yang sering dikunjungi para mahasiswa dan mahasiswi Universitas Tarumanagara atau Untar, adalah perpustakaan. Di perpustakaan, anda dapat menemukan buku-buku yang dapat menjadi sumber referensi anda dalam mengerjakan tugas-tugas atau bahan bacaan untuk memenuhi rasa penasaran anda.

Setiap sekolah memiliki perpustakaan yang berguna untuk menunjang sarana pembelajaran, maka tidak heran apabila di setiap universitas terdapat perrpustakaan. Termasuk di Universitas Tarumanagara, untuk memenuhi visi dan misi maka perpustakaan di universitas tarumanagara terdapat di kampus satu maupun dua. Setiap orang memiliki pendapat masing-masing tentang perpustakaan di Untar. Menurut Yanto Soetrisno, seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi Akuntansi, menuturkan bahwa perpustakaan adalah tempat dia bersama teman-temannya berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu berkaitan dengan perkuliahan dan buku-buku yang disediakan juga berguna sebagai panduan.

Namun tidak lepas dari kekurangan, perpustakaan untar masih belum dapat memenuhi buku-buku yang dibutuhkan para mahasiswa. Dengan tujuan utama perpustakaan untar yakni menunjang pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Untar , yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran serta penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat. Pusat komputer berhasil menggembangkan sendiri program aplikasi sistem informasi perpustakaan Untar (SIP UNTAR).



sumber:

www.untar.ac.id

Tanda Tangan Penting atau Tidak?


Di Indonesia penggunaan tanda tangan yang konstan merupakan hal yang sangat penting. Namun berbeda dengan negara lain, yang menggunakan stempel untuk menggantikan tanda tangan. Di Jepang, Inkan atau stempel lebih penting di bandingkan dengan tanda tangan. Inkan banyak jenisnya yaitu:

a) Mitomein

Untuk keperluan sehari-hari yang tidak terlalu penting misalnya penerimaan barang kiriman, mengisi aplikasi, dan lain-lain.

b) Jitsuin

Untuk keperluan penting seperti membeli rumah, mobil,. Inkan seperti ini wajib di daftarkan di kantor pemerintahan.

c) Ginkoin

Untuk membuka rekening di bank.

Dan orang asing pun di wajibkan untuk membuat inkan. Tanda tangan umumnya adalah inisial dari nama kita yang kita kreativitaskan agar berbeda dengan tanda tangan lain yang bernama sama. Namun di Jepang, tanda tangan mereka sangatlah berbeda, yakni hanya menulis nama kanji mereka secara lengkap.

Sumber :

1. asnugroho.wordpress.com

Budaya Penamaan

BUDAYA NAMA DI JEPANG
Oleh Michele Vannessha
915070013/C

Budaya adalah semua hasil manusia atau hasil peradaban manusia. Istilah budaya berasal dari kata sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari kata Budhi yang berarti budi atau akal. Banyak sekali budaya yang dapat kita bahas, dan salah satu budaya yang ada dan dekat dengan kita tanpa kita sadari yaitu nama. Pemberian nama tentulah tidak asal-asalan, karena dalam setiap budaya, pengkristalisasi nilai dan pola hidup yang di anut suatu komunitas tercemin pada nama. Hal ini sangat terlihat jelas, dalam budaya setiap bangsa. Contoh saja budaya yang ada di Asia, seperti Indonesia, Jepang, Korea, Cina, dan negara asia lainnya. Saat mendengar nama “Hideaki Takizawa”, tentu dengan pasti anda akan mengatakan bahwa itu adalah nama Jepang, dan pada saat mendengar nama, “ Jelly Tobing” anda akan mengatakan bahwa itu adalah nama batak. Saat mendengar nama “Zhou Jie Lun”, pasti nama Cina. Dan masih banyak nama lainnya yang mencerminkan unsur-unsur tertentu. Tentu setiap bangsa mempunyai budaya yang berbeda-beda, namun juga memilliki budaya yang sama. Contoh saja budaya Jepang dengan Indonesia, yang memiliki perbedaan namun juga persamaan.
Dalam budaya Jepang memberi nama harus mengandung unsur-unsur nama keluarga atau marga dan nama pribadi atau yang disebut first name. Hal ini mulai berlaku sejak jaman restorasi Meiji. Di Jepang, nama keluarga sangatlah penting, dan first name tentu memiliki makna huruf kanji yang bagus dan jumlah stroke yang dimaksudkan demi kebaikan anak kelak. Dalam first name Jepang berasal dari stroke kanji, dan stroke “ko” untuk perempuan dan “ro” untuk laki-laki. Nama keluarga atau family name, tidaklah permanen pada anak perempuan, karena setelah menikah, nama keluarga perempuan haruslah berubah mengikuti nama keluarga laki-laki.
Sedangkan di Indonesia, yang lebih heterogen di bandingkan Jepang, nama keluarga tidaklah wajib, atau tergantung budaya-budaya masing tempat. Contoh di Jawa tidak terdapat budaya pemberian nama keluarga, namun di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi ada. Nama keluarga menunjukan suku asal dan agama. Karakteristik nama tiap suku adalah:
a) Jawa ( sekitar 45% dari populasi)
Dalam nama orang Jawa, umumnya terdapat unsur kata “su”( untuk laki-laki) dan unsur kata “sri” (untuk perempuan) dan terdapat vokal “o”. Contohnya adalah Sukarno, Suharto, Susilo, Sri Miranti, Sri Ningsih, dan lain-lain.
b) Sunda ( sekitar 14% dari populasi)
Terdapat unsur pengualangan suku kata. Contoh Dadang,Titin, Cecep, dan lain-lain.
c) Batak
Nama marga seperti budaya Jepang juga terdapat pada budaya Batak. Contoh marga atau nama keluarga, adalah: Harahap, Nasution, Butar-butar,Hutapea, Manurung, Siregar, Tobing dan masih banyak lain-lain.

d) Minahasa
Nama marga juga terdapat yakni Pinantoan, Ratulangi dan lain-lain.
e) Bali
Nama marga seperti ketut, made, putu, wayan dan lain-lain. Namun nama marga pada orang Bali, menunjukan status atau tingkatan.


Tidak saja tercemin pada suku bangsa, namun dalam agama pun, nama dapat mencerminkan agamanya, seperti pada penganut agama Islam, nama Abdurrahman Wahid, Abdullah dan sebagainya. Pada penganut agama Katholik, unsur nama Fransiskus, Agustinus, dan lain-lain.
Perbedaan dalam budaya Jepang dan Indonesia ada 3 dalam hal nama, yaitu:
1. Marga atau nama keluarga yang dicatat secara resmi dalam catatan sipil. Dalam budaya Jepang, nama keuarga harus atau wajib, sedangkan di Indonesia tidak.
2. Masih berkaitan dengan nama keluarga, di Jepang setiap perempuan yang menikah haruslah mengubah nama keluarga sesuai dengan nama keluarga pria. Sedangkan di Indonesia tidak mengwajibkan pergantian nama keluarga. Namun hanya penyisipan nama dan tidak mengwajibkan hal tersebut. Contoh Prio Jatmiko dengan Sri Suwarni. Maka nama Sri Suwarni, akan disisipkan menjadi Sri Suwarni Jatmiko. Hal ini terjadi di Minahasa. Namun tidak resmi atau tidak melalui pencatatan resmi di kantor pemerintahan.
3. Huruf kanji yang bisa dipakai untuk menyusun nama anak di Jepang di batasi oleh pemerintah (sekitar 2232 huruf, yang disebut jinmeiyo kanji) sedangkan di Indonesia tidak ada pembatasan dalam pemberian nama oleh pemerintah.
Tidak terbatas pada negara Jepang dan Indonesia saja. Namun negara lain seperti Cina, Korea, bahkan Amerika Serikatpun punya budayanya sendiri dalam pemberian nama atau penggunaan nama. Walaupun sekarang aturan nama ini mulai hilang karena banyak perkembangan masing-masing budaya dan penganut budaya tersebut. Hal ini terbukti dari wanita karir di Jepang yang tidak setuju dengan pergantian nama keluarga. Dan tidak perlu jauh-jauh, Indonesia sendiri juga sulit membedakan dari unsur nama lagi. Banyak orang tua yang memberi nama yang berbeda dari biasanya. Nama James yang terkesan nama asing,kini mulai di gunakan sebagai nama orang Indonesia. Kita tidak mampu mengetahui, apakah James itu orang Indonesia atau bukan. Kalaupun Indonesia, berasal dari suku mana??
Salah satu hal yang juga cukup menarik untuk disimak adalah, semacam panggilan tambahan yang disisipkan, yakni kata “chan”, “san”, “kun”,”sama”, “dono/tono”,dan “shi” dan lain-lain. Sebenarnya apa perbedaan panggilan chan, san,kun, sama,dono(tono) dan shi? Jelas ada perbedaan pada kata-kata sisipan trersebut. Kata “chan”, umumnya diperuntukkan untuk anak perempuan atau kepada anak kecil yang baik pria maupun perempuan. Kata “chan” mengandung nuansa manis dan imut-imut. Seperti mi-chan, leechan, dan sakurachan contohnya.
Kata “san”, umumnya dipakai untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri atau anggota keluarga yang di anggap uda merupakan bagian sendiri, jadi tidak dapat saya mengatakan Mi-san untuk diri saya sendiri, melainkan harus Mi-chan. Dan contoh pemakaian “san” seperti pada nama Ikkyu-san. Sedangkan kata “kun”, diperuntukkan untuk anak laki-laki atau lelaki yang lebih muda dari kita, contoh naruto-kun. Tidak menutup kemungkinan bahwa anak perempuan dapat dipanggil dengan tambahan “kun”, karena bisa saja anak perempuan tersebut tomboi.
Unsur kata sisipan yang biasa kita dengar adalah “san”, “chan”, dan “kun”. Namun tak jarang kita sering mendengar “sama”, “dono” atau “tono” dan “shi”. Kata “sama” memiliki persamaan arti seperti “tuan” atau sir. Seperti Edo-sama atau artinya adalah tuan Edo. “Sama” merupakan bentuk hormat dari kata “san”, dan umumnya terdapat dalam penulisan surat dan tidak memandang umur. Sedangkan “dono”, jauh lebih sopan di banding sama namun hanya untuk penulisan saja. Ada juga yang menggabungkan “donosama” yang berarti bangsawan.
Kata “shi”, hampir serupa dengan kata “si”, misalnya si Michele. Dan umumnya kata “shi” tidak meliat pada pangkat atau status. Dan kata yang cukup sering kita dengar adalah “sensei”. “Sensei” diberikan pada orang yang dianggap lebih tahu. Atau dengan kata lain seperti guru atau banyak lebih tahu,seperti Machiko sensei yang mengerti penggambaran manga (komik jepang), dan terkadang anggota polotikpun dipaggil sensei.
Sebenarnya nama panggilan ini tidak jauh berbeda dengan nama panggilan di Indonesia maupun negara-negara lain. Seperti kata “san”, “chan”, “kun”, “sama”, “dono”, “shi” dan “sensei”. Kata “san” dan “chan” hampir serupa seperti nona, nenk, dan lain-lain. Sedangkan kata “kun” seperti kata mas, abang, dan lain-lain. Kata “sama” dan “dono” seperti kata tuan. Kata “shi” seperti kata si-. Dan kata “sensei” seperti kata “guru”.
Tidak hanya ini saja, seperti yang saya jelaskan di atas, nama pada orang Jepang ada dua, yakni family name dan first name. Pada umumnya orang Jepang memanggil nama keluarga atau marga. Namun apabila orang tersebut sangat dekat maka first name di perbolehkan untuk dipanggil. Seperti Miyuki Kobayashi, kita sebagai orang yang tidak terlalu dekat dengannya memanggil Kobayashi. Namun apabila saya adalah teman dekat atau pacarnya dan orang cukup dekat dengannya.memanggil Miyuki, maupun Miyuchan tidak ada masalah atau asal orang yang bersangkutan meminta untuk dipanggil seperti itu. Namun hal ini tidak terjadi di Indonesia. Umumnya di Indonesia memanggil sesuai dengan kehendak pemilik nama.

Sumber :
1. www.google.com
2. www.wikipedia.com
3. asnugroho.wordpress.com
4. imelda.coutrier.com/2008/06/san-chan-kun

Monday, September 8, 2008

Rabu, 2008 Agustus 27

Jurnalis atau Jurnalistik?

oleh Michele Vannessha

915070013-C



Jurnalis atau jurnalistik? Tentu bagi Anda, kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Namun, mampukah Anda membedakan antara jurnalis, jurnalistik, blogger, kabar angin, desas-desus dan kata-kata lain yang hampir serupa? Saya akan memberi sedikit penjelasan akan arti kata dan perbedaan-perbedaannya agar Anda mampu membedakan secara benar.

Tak lepas dari etimologi, kata 'jurnalis' dan 'jurnalistik', sama-sama berasal dari kata “journalism” yang dalam bahasa Prancis berarti JURNAL, sedangakan dalam bahasa latin dikenal sebagai “Acta Djurna/Djurna” yang berarti catatan peristiwa yang terjadi setiap hari, atau buletin sengan tulisan tangan di Romawi. Perlu dibedakan bahwa jurnalisdan jurnalistik tidaklah sama. Jurnalis asalah wartawan atau dengan kata lain seorang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita, bukan sekedar memiliki kartu pers. Wartawan harus mwlakukan kegiatan jurnalistik secara terus menerus yakni kegiatan 6 M (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,san menyiarkan atau menyampaikan informasi.)

Sedangkan jurnalistik memiliki perbedaan arti dengan jurnalis yang walaupun sama etimologi. Jurnalistik adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk membuat catatan harian atau berita harian seperti meliput, mengolah dan lain-lain. Jurnalistik masih terbagi lagi. Jurnalistik berdasakan pada media atau saluran komunikasi ada tiga, yaitu:

a. Jurnalistik Media Cetak

contoh : - koran (mengandalkan informasi visual)

  • majalah (mengandalkan informasi visual)

b. Jurnalistik Media Elektronik

contoh : - Radio (mengandalkan Informasi Audio)

  • Televisi ( mengandalkan Informasi Audio-Visual)

    c. Jurnalistik Online atau Media Elektronik Baru

        contoh : - internet atau interaktif


Lalu, blog atau blogger, kabar angin dan desas-desus sama tidak? Hal ini bagaimana cara Anda memandang. Menurut saya, blogger adalah orang ynag menulis blog. Dan blog adalah berita atau catatan secara online atau dengan kata lain yamg lebih kita kenal yakni “Diary Online”. Karena hampir setiap blog berisi kisah hidup. Akan tetapi, banyak blog yan memberi informasi tentang sekitar kita dan tambahan wawasan agar tidak subjektif. Blogger yang berkualitas akan menghasilkan blog yang dapat kita asumsikan sebagai enslikopedia. Namun, blog juga merupakan cara mudah bagi para blogger yang kurang dalam membuat web sehingga lebih memilih blog yang jauh lebih mudah.

Kemudian kabar angin dan desas-desus, menurut kamus bahasa Indonesia yang di susun Daryanto S.S., adalah sama. Kabar angin adalah sinonim dari desas-desus. Namun, baik kabar angin maupun desas-desus jauh berbeda dengan jurnalistik. Jurnalistik merupakan nformasi yang diperoleh dari 6 M dan ada pembuktian – pembuktian baik naradumber, berita dan lain-lain. Swdangkan kabar angin atau desas-desus hanyalah berita tanpa ada pembuktian yang benar. Tetapi, apabila kabar angin atau desas-desus mampu di buktikan bahwa itu benar atau tidak mengada-ada, maka bukan kabar angin atau desas-desus lagi, tetapi menjadi jurnalistik. Contoh saja kasus jatuhnya pasawat Adam air, sempat muncul kabar angin bahwa pesawat hilang karena masuk ke dunia lain. Namun setelah di buktikan bahwa pesawat Adam air jatuh dan tenggelam dengan ditemukan puing-puing pesawat dan kotak hitam, maka bukan kabar angin atau desas-desus lagi melainkan berita jurnalistik.

Perbedaan-perbedaan yang mencolok dari jurnalisdtik, blog, desas-desus dan kabar angin adalah aturan atau kode etik yang mengatur hal tersebut. Dalam jurnalistik terdapat kode etik yang mengatur hal tersebut. Dalam jurnalistik terdapat kode etik yang mengatur hal tersebut. Dalam jurnalistik terdapat kode etik yang mengatur sehingga tidak berita yang di sampaikan tidaklah sembarangan. Sedangkan dalam blog, desas-desus dan kabar angin, tidak ada aturan atau kode etik yang mengatur. Mungkin dalam blog dapat di beri tanda peringatan apabila ada kesalahan, namun dalam desas-desus atau kabar burung, kita tidak tahu siapa yang menyebarkan dan tidak ada aturan yang mengatur. Ditambah tidak ada tanggung jawab dalam kabar angin maupun desas-desus.



sumber:

kamus bahasa Indonesia-Daryanto,s.s

 

Michele's Zone Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon | Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template